Beberapa waktu belakangan kita disibukkan oleh rencana kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Demonstrasi bernada penolakan yang beberapa diantaranya berujung anarkis pun terjadi, tarik menarik pengaruh di lingkungan politik pun tak terelakkan atas kebijakan yang oleh sebagian orang dikatakan sangat tidak 'pro rakyat'.
Namun terlepas dari itu semua, kebijakan kenaikan BBM bersubsidi sendiri memang sudah sewajarnya dilakukan mengingat harga minyak dunia yang terus menanjak akibat krisis Iran-AS dan penurunan kapasitas produksi minyak kita. Selain itu, kebijakan itu juga sebenarnya dipengaruhi oleh konsumsi BBM rakyat Indonesia yang sangat boros (saya tidak perlu mengungkapkan hitung-hitungannya karena sudah pasti anda sering melihatnya di televisi).
Oleh karena itu mulailah beberapa pemerhati energi mencari solusi atas masalah ini, mulai dari mencari energi alternatif (yang sampai sekarang belum juga menunjukan hasil maksimal), pembatasan BBM bersubsidi (yang selalu saja kecolongan), dan yang terakhir dan cukup hot adalah mimpi Indonesia untuk menciptakan Mobil Nasional (MobNas) bertenaga listrik yang tidak perlu menggunakan konsumsi BBM.
Beberapa hari yang lalu saya tidak sengaja menemukan koran bekas bulan lalu yang di bagian Headlinenya tertulis sebuah judul yang cukup menggugah rasa penasaran saya yaitu 'Hamil Tua Untuk Lahirnya Putra Petir'. Setelah saya lihat lebih seksama ternyata ini adalah tulisan dari Dahlan Iskan, Menteri BUMN dan Mantan Dirut PT PLN yang sangat fenomenal (saya sendiri adalah pengagum berat beliau) yang membahas masalah rencana (sebut saja impian) pembuatan Mobil Nasional (MobNas) bertenaga listrik. Berikut saya sadur dari Pontianak Post edisi Senin, 19/03/2012 :
Manufacturing Hope.
Oleh : Dahlan Iskan
Menteri BUMN
Manufacturing Hope 18
Dukungan untuk lahirnya Putra Petir terus mengalir, sampai-sampai
saya tak mampu membalas satu per satu email yang masuk. Tak hanya dari
seluruh Indonesia, tanggapan juga datang dari mancaneragara. Putra-putra petir yang sekarang bekerja di luar negeri terlihat
antusiastis. Seorang doktor yang sejak S-1 sudah belajar di Jepang
menulis bahwa kelahiran Putra Petir adalah keharusan. Email juga datang dari ahli-ahli ITS Surabaya, ITB Bandung, UGM
Jogjakarta, USU Medan, dan banyak lagi. Kiriman email dari luar kampus
juga sangat konkret.
Seorang ahli yang kini menekuni microturbine (turbin dan
generatornya berada dalam satu kemasan kompak yang sistemnya sudah bisa
menyerap panas mesin itu sendiri menjadi energi listrik tambahan),
langsung melangkah. Dia akan membeli mobil Kijang untuk diganti mesinnya
dengan mesin mobil listrik. Dalam dua bulan sudah akan jadi mobil
listrik yang bisa saya pakai ke kantor. Saya sampaikan padanya, jangan menggunakan merek mobil yang sudah
ada. Kita belum meminta izin kepada pemilik merek. Belum tentu kita
boleh menggunakannya. Kalau sampai kita digugat energi kita habis untuk
itu. Kita akan kelelahan, akan susah. Bisa-bisa Putra Petir gagal
lahir. Lebih baik kita ciptakan sendiri bodi mobil listrik nasional ini.
Mungkin memerlukan waktu beberapa bulan, tapi lebih nasional. Atau kita
meminta izin saja kepada Mendikbud Bapak Muhammad Nuh agar bodi mobil
Esemka bisa digunakan. Desain mobil Esemka terbaru yang sudah
disempurnakan di sana-sini seperti yang saya lihat di pameran mobil
Esemka di Universitas Muhammadiyah Solo bulan lalu, sudah sangat keren. Atau kita pakai bodi mobil nasional Timor yang sudah tidak diproduksi
lagi itu. Timor cukup bagus dan enak dikendarai. Masyarakat juga sudah
bisa menerimanya. Masih ada ribuan Timor yang berlalu-lalang di
jalan-jalan. Penampilannya yang baik bisa kita manfaatkan
sebesar-besarnya. Hanya saja saya masih belum tahu bagaimana prosedur perizinannya saat
ini. Apakah masih harus meminta izin Mas Tommy Soeharto atau cukup
kepada pemerintah, mengingat mobil Timor pernah disita BPPN pascakrisis
berat 1998 lalu.
Intinya, untuk melawan kenaikan harga BBM yang pernah, sedang, dan
akan terus terjadi itu, tak ada jalan terbaik kecuali kita musuhi BBM.
Kita jadikan BBM musuh kita bersama. Kita demo BBM-nya ramai-ramai,
bukan mendemo kenaikannya. Kalau setiap kenaikan BBM didemo, kita hanya
akan terampil berdemo. Tapi kalau BBM-nya yang kita musuhi, kita akan
lebih kreatif mencari jalan keluar bagi bangsa ini ke depan. Jalan terbaik adalah jangan lagi menggunakan BBM. Kalau kita sudah
tidak menggunakan BBM, apa peduli kita pada barang yang juga menjadi
penyebab rusaknya lingkungan itu. Kelak, kita bersikap begini: biarkan
dia naik terus menggantung sampai setinggi Monas! Kalau kita tidak lagi
menggunakannya, mau apa dia!
Tanpa ada gerakan nyata untuk melawan BBM, seumur hidup kita akan
ngeri seperti sekarang. Seumur hidup kita harus siap-siap
berdemonstrasi. Seumur hidup kita tidak berubah! Kalau sudah tahu bahwa seumur hidup kita akan terjerat BBM seperti
itu mengapa kita tidak mencari jalan lain? Mengapa kita menyerah pada
keadaan? “Mengapa? Mengapa?,” kata Koes Ploes. Anggaplah kita tidak
takut kepada Koes Ploes. Tidakkah kita harus takut kepada yang
menciptakan alam semesta ini? Berapa kali Allah mengatakan “Afalaa ta’qiluuun?”. Kita pernah menjawab pertanyaan “mengapa?” itu beberapa tahun lalu.
Saat program konversi minyak tanah ke elpiji dilakukan sungguh-sungguh.
Bukan main sulit dan beratnya meyakinkan masyarakat untuk pindah dari
minyak tanah ke elpiji. Bukan main bisingnya demo dan penentangan
terhadap konversi saat itu. Bukan main kecaman yang dilontarkan,
sampai-sampai program itu dianggap menyengsarakan rakyat kecil. Meski awalnya ditentang begitu hebat, didemo begitu seru dan dimaki-maki setengah mati, toh akhirnya “Purwodadi kuthane, sing dadi nyatane!”. Kenyataannya berhasil! Sekian tahun kemudian diakui bahwa konversi minyak tanah ke elpiji adalah success story yang besar! Kalau saja tidak ada konversi itu, alangkah beratnya sekarang! Harga
minyak tanah akan ikut naik. Yang terkena tidak lagi pemilik mobil dan
motor, tapi juga ibu-ibu di dapur! Sekarang, naikkanlah harga minyak
tanah! Ibu-ibu tidak peduli! Maka untuk mengenang kesuksesan konversi
itu harusnya kini kita teriakkan: Hidup Putra-Petir! Eh, salah: Hidup
SBY-JK!
Segera Lahirkan
Yang diperlukan adalah tekad besar untuk mengatasi persoalan besar.
Dengan membanjirnya dukungan pada program mobil-motor nasional listrik
BUMN, rasanya tekad itu sudah sangat besar. Situasinya sudah seperti
seorang ibu yang hamil tua. Harus segera dilahirkan! Kalau tidak, akibatnya…tanya sendiri kepada
ibu-ibu yang sekarang lagi hamil tua. Atau kepada ibu-ibu yang pernah
hamil tua! Jangan tanyakan kepada bapak-bapak yang seperti orang hamil tua!
Terutama karena kekenyangan menikmati bisnis BBM atau bisnis kendaraan
BBM! Tantangan terbesar untuk mewujudkan mobil-motor listrik nasional
adalah itu! Sudah terlalu besar bisnis mobil motor dengan bahan bakar
BBM. Sudah terlalu besar keuntungan yang dinikmati dari bisnis kendaraan
berbahan bakar BBM.
Tidak gampang kita melawannya. Memang kita semua tentu termasuk yang
harus tersindir sabda Tuhan ”Apakah kalian tidak menggunakan akal?”.
Memang tidak mudah keluar dari kungkungan mengguritanya bisnis yang ada. Soal teknologi jelas tidak masalah. Harga baterai litium memang masih mahal, tapi itu karena produksinya belum masal. Kalau semua beralih ke mobil/motor listrik, harga baterai akan turun
drastis. Itu saja. Jelas ini bukan soal teknologi. Ini soal penguasaan
pasar. Kalau soal teknologi, salah satunya tanyalah LIPI. Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia! Ternyata LIPI sudah lebih 10 tahun terakhir ini
merintis penciptaan mobil dan motor listrik yang kita maksud.
Prototipenya pun sudah jadi. Di luar LIPI masih banyak yang siap
melakukannya!
Seperti juga pernyataan pencipta microturbine tadi, LIPI pun
mengatakan sangat siap. Kalau saya menghendaki segera naik mobil
listrik yang mesinnya ciptaan LIPI, dalam hitungan dua-tiga bulan sudah
bisa diwujudkan. Tinggal bodinya menggunakan mobil apa. LIPI tidak akan
menciptakan bodi mobil. Bukan karena sulit, tapi karena sudah banyak
yang mampu menciptakannya. Kita memiliki banyak industri karoseri yang andal. Sudah pula ekspor
besar-besaran, seperti di Malang, Magelang, Surabaya, dan Bekasi. Soal
karoseri kita harus bangga dengan kemampuan dan ketrampilan bangsa
sendiri. Tinggal mesin ciptaan LIPI itu kita bandingkan dengan mesin-mesin
ciptaan para ahli dari universitas dan kalangan praktisi. Bisa saja kita
pilih salah satu atau kita bicarakan bagaimana baiknya. Saya sendiri sudah menaruh perhatian pada kendaraan listrik ini sejak
menjadi direktur utama PLN. Salah satu yang membuat saya berat
meninggalkan PLN adalah belum terwujudnya kendaraan listrik ini.
“Pembunuhan berencana”
Dalam road map yang sudah saya sampaikan kepada direksi PLN
saat itu (juga saya beberkan dalam rapat kerja nasional PLN di Karawaci
tahun 2010), pada akhirnya PLN harus memproduksi kendaraan listrik di
akhir tahun 2013. Yakni setelah byar-pet teratasi, setelah wabah
kerusakan travo beres, setelah wabah gangguan jaringan tuntas, dan
setelah perang intern lawan BBM selesai. Waktu itu perang intern melawan BBM di PLN harus dimenangkan akhir
tahun 2012. Tahun depan, rencana saya waktu itu, penggunaan BBM di PLN
yang semula 9 juta kiloliter harus tinggal maksimum 2,5 juta kiloliter! Untuk itu saya membuat program “pembunuhan berencana”, yakni
mematikan pembangkit-pembangkit besar yang haus BBM seperti di Tambak
Lorok (Semarang), Gresik (Jatim), Muara Karang (Jakarta), dan akhirnya
Muara Tawar (Bekasi) plus Belawan (Medan). Semua yang saya sebut itu adalah vampir-vampir BBM, yang membuat PLN memboroskan uang negara puluhan triliun rupiah. Untuk mendorong agar “pembunuhan berencana” terhadap pembangkit besar
yang rakus BBM itu bisa cepat dilakukan, saya sampai menawarkan hadiah
khusus. Tim PLN yang bekerja di lapangan yang bisa menyelesaikan dengan cepat
pembangunan transmisi 150 kv dari Lontar ke Tangerang, akan saya beri
hadiah mobil, dari saya pribadi. Kalau transmisi ini berhasil dibangun, listrik untuk kawasan Jakarta
utara sampai Priok tidak perlu lagi dari PLTG raksasa Muara Karang.
Listriknya bisa datang dari sumber yang sangat murah di Lontar yang
dialirkan dengan transmisi baru tersebut. Akhirnya tim itu berhasil menyelesaikan proyek sulit itu. Memang
terlambat satu bulan dari rencana, tapi hadiah tetap saya berikan. Mobil
Avanza sudah dibeli. Sayang, masih belum mobil Putra Petir!
Penyerahannya akan dilakukan bersamaan dengan dihapusnya BBM dari
PLTG Muara Karang. Berkat penghapusan BBM di Muara Karang itu negara
akan lebih menghemat setidaknya Rp2 triliun per tahun.
PLTG boros BBM lain seperti Gresik sudah tahun lalu tidak menggunakan
BBM. Demikian juga PLTGU Tambak Lorok. Ketiganya sudah tidak meminum
BBM lagi. Dari ketiganya, setidaknya 3 juta kiloliter BBM sudah bisa
dihemat. Tinggal tiga PLTG lagi yang masih “bandel”: Muara Tawar, Belawan, dan Bali.
Masih perlu dua tahun lagi untuk menghapus BBM dari tiga lokasi itu.
Untuk menghapus BBM di Belawan, masih menunggu selesainya revitalisasi
LNG Arun. Dari Lhokseumawe ini akan dipasang pipa gas ke Belawan. Agar
penggunaan BBM di Belawan digantikan dengan gas. Untuk menghapus BBM di Muara Tawar masih menunggu selesainya proyek
terminal apung LNG di Lampung yang dibangun sekalian untuk memenuhi
kebutugan gas industri-industri besar di Cilegon. Kebetulan dari Cilegon
sudah ada pipa gas yang nyambung sampai Muara Tawar! Sedang untuk memerangi BBM di Bali, masih menunggu selesainya
pembangunan transmisi 500 kv dari Jawa ke Bali. Ini transmisi dengan
tower tertinggi di dunia: 376 meter. Agar bisa menyeberangkan listrik
melampaui selat Bali.
Energi matahari
Memerangi BBM tidak cukup hanya untuk pembangkit-pembangkit listrik
besar itu. Kita memiliki ribuan pulau kecil yang listriknya dibangkitkan
dengan mesin diesel yang bahan bakarnya BBM juga. Ini juga harus
dilawan. Tidak ada senjata yang lebih tepat kecuali tenaga surya. Karena
itu industri tenaga matahari juga harus dibangun! Minggu lalu saya sudah memutuskan agar BUMN membangun industri PV.
Saat ini sudah ada delapan pengusaha yang bergerak di industri listrik
tenaga matahari. Namun sifatnya baru merakit. Bahan-bahan solar cell-nya
masih harus diimpor. Inilah yang akan diatasi oleh BUMN. PT Lembaga Elektronika Nasional (PT LEN Industri), perusahaan BUMN
yang di Bandung itu, saya tugaskan untuk mendirikan industri tenaga
matahari dalam pengertian yang sesungguhnya. SDM-nya sudah mampu.
Ahli-ahlinya banyak. Kesungguhan dan keteguhan hati yang diperlukan.
Agar industri tenaga matahari itu nanti lebih hemat modal, tidak
perlu membeli tanah dan membangun pabrik. Saya minta manfaatkanlah
pabrik Industri Sandang di Karawang yang sudah lama tutup itu. Lokasinya
sangat luas. Untuk 10 ha industri tenaga matahari ini hanya diperlukan
sepertiga lokasi pabrik tekstil yang sudah lama mati itu. Kita sungguh malu kalau sampai Indonesia tidak memiliki industri
tenaga matahari. Negara kita sangat luas. Berada di garis katulistiwa.
Mataharinya begitu jreng. Pasar kita sangat besar. Tidak masuk akal
kalau kita harus impor suku cadang tenaga matahari dari Malaysia atau
dari negara bersalju yang tidak punya cukup matahari!
“Mengapa?
Mengapa?,” tanya Koes Ploes.
Mau tidak mau BBM ini memang harus dilawan dari dua arah: dari gas dan dari listrik. Kendaraan umum yang besar-besar, silakan beralih ke gas. Kereta api
harus beralih ke listrik, sebagaimana KRL. Kendaraan pribadi harus
beralih ke listrik. Bukan hanya akan hemat BBM juga akan sangat baik untuk lingkungan hidup. Kendaraan listrik tidak menimbulkan emisi sama sekali! Jadi, ide mobil motor listrik ini tidak muncul tiba-tiba. Hanya saja
kenaikan harga BBM yang menghebohkan itu harus dimanfaatkan sebagai
momentum untuk melawan belenggu hantu BBM.
Dua tahun lalu saya sudah mencoba sepeda motor listrik di Bandung.
Ciptaan anak bangsa sendiri. Saya keliling kota Cimahi dengan motor
listrik. Setelah itu saya membeli motor listrik sekaligus dua buah.
Setiap hari motor itu digunakan oleh sopir yang ada di rumah saya di
Surabaya.
Saya meminta segala macam kekurangannya dicatat. Setiap kali ke
Surabaya saya diskusi dengan pak sopir mengenai kelebihan dan kekurangan
motor listrik itu. Catatan itulah yang terus saya diskusikan dengan
para pegiat motor listrik. Dulu, ketika masih bisa sering ke Tiongkok, saya juga mengunjungi pabrik mobil dan motor listrik. Tentu juga sering mencobanya. Saya tidak ragu lagi bahwa mobil-motor listrik harus segera
dilahirkan di Indonesia. Putra Petir tidak boleh terlalu lama berada
dalam kandungan.
Situasinya sudah hamil tua.
Harus segera dilahirkan!(*)
Sumber : Pontianak Post Edisi Senin, 19 Maret 2012
http://dahlaniskan.wordpress.com/2012/03/18/hamil-tua-untuk-lahirnya-putra-petir/
No comments:
Post a Comment